Distorsi Kedaulatan

Indonesia memang negara yang penuh dinamika, belum juga genap redanya isu tentang interpelasi DPRD Ibukota Jakarta terhadap pengangkatan Plt Ahok sebagai Gubernur Jakarta, namun sudah disusul dengan kenaikan BBM tanpa persetujuan DPR yang akan memancing interpelasi legislatif kembali.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi pada Senin malam 17 November. Pengumuman ini disebut-sebut tanpa berkonsultasi atau memberitahukan DPR.
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro pun memberikan penjelasan terkait hal di atas. "Dalam APBN-P tidak ada satu pasal pun yang mengungkapkan bahwa pemerintah harus berkonsultasi dengan DPR dengan konteks pengalihan subsidi," dijelaskan Bambang di Istana Merdeka saat mendampingi Presiden Jokowi saat mengumumkan kenaikan harga BBM, Senin 17 November.
Kekehnya Presiden Jokowi
Kenaikan harga BBM disinyalir sebagai upaya Presiden Jokowi untuk mengalihkan dana subsidi yang awalnya sektor konsumtif kepada produktif, yakni antara lain untuk pembangunan infrastruktur dan memperkuat perlindungan sosial bagi masyarakat. Bahkan Jokowi mempertegas bahwa hal ini dilakukan dengan penuh tekat konsistensi dan tidak khawatir menjadi tidak populer dengan keputusannya menaikkan harga BBM.
Oleh sebab berita berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI), kepuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menaikan harga BBM hanya 44,94%. "Hasil survei kami menyebutkan, 44,94% responden mengaku puas dengan kebijakan Jokowi menaikan harga BBM. Sedangkan, 43,82% mengaku tidak puas dengan kebijakan itu," kata peneliti LSI, Ade Mulyana, Jumat (21/11/2014). Sedangkan 11,24% masyarakat  tidak menjawab. Survei dilakukan pada 18-19 November 2014 dengan melibatkan 1.200 responden. Survei dilakukan dengan metode quickpoll dan multistage random ampling dengan margin of eror plus minus 2,9%.
Angka kepuasan yang berada di bawah 50%, menurut Ade, harus menjadi perhatian khusus pemerintahan Jokowi-JK. Sebab, sebelumnya kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi-JK selalu di atas 50% bahkan mencapai 70%. Tapi kini angka kepuasan masyarakat turun dan bahkan terjadi diawal pemerintahan. "Ini harusnya menjadi warning karena Jokowi belum 100 hari tapi sudah mengambil kebijakan yang tidak populer dengan menaikan harga BBM," ujar Ade.
Namun bukan Jokowi jika tidak kekeh, nekad bahkan cenderung cuek terhadap suara-suara miring yang sedang melandanya. Karena buktinya sampai sekarang keputusan kenaikan harga BBM tersebut tak juga ditarik kembali olehnya, meskipun demostrasi mahasiswa dan elemen masyarakat cukup ramai di berbagai wilayah Indonesia bahkan semakin lama semakin bertambah menuntut penarikan keputusan tersebut.
Beberapa pakar berpendapat bahwa kenaikan harga BBM subsidi terkesan terburu-buru, kurang tepat dan mengabaikan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Padahal sudah dapat dipastikan seluruh harga-harga akan naik dan juga akan menurunkan daya beli masyarakat. Betapa tidak, harga minyak di pasar internasional turun alias lebih rendah dari asumsi APBN tahun berjalan, selain itu rakyat bahkan belum siap karena sebelumnya terjadi kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan bahan bakar gas (BBG).
Sikap terburu-buru pemerintah itu pula yang menuai banyak pro-kontra hingga hari ini. Seperti yang kita ketahui bahwa rumornya DPR tidak diajak konsultasi dan suara rakyat berserta mahasiswa tak diindahkan terkait kenaikan BBM. Padahal, DPR adalah badan yang bertugas melaksanakan proses anggaran, legislasi dan advokasi, sementara rakyat adalah pemegang kedaulatan atau patner pemerintahan dalam membangun negara kuat yang berdemokrasi.
Kesan Subordinat Pemerintah Terhadap Rakyat
Negara demokrasi adalah negara yang memungkinkan partisipasi rakyat berlangsung secara penuh dalam urusan-urusan negara. Demokrasi adalah pemerintahan oleh semua orang, kebalikan dari konsep pemerintahan oleh satu orang (autocracy). Demokrasi juga mensyaratkan adanya pengakuan kedaulatan rakyat yang diwujudkan dalam bentuk pengakuan civil society sebagai kekuatan penekan dan pengimbang vis a vis negara. Masyarakat sebagai elemen utama mendapat kedudukan strategis yang dijamin konstitusi untuk menjalankan peran-peranya sebagai bentuk partisipasi aktif.
Menurut Morton R. Davies dan Vaughan A. Lewis dalam teori hukum tata negara, budaya politik yang selalu diharapkan selama ini adalah budaya politik partisipan. Dalam hal ini masyarakat menganggap dirinya sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik. Bahkan jika disertai dengan tanggung jawab, maka partisipasi publik justru akan lebih memperkuat implementasi keputusan tersebut. Sebuah kesalahan jika masyarakat cenderung tidak menaruh minat terhadap obyek politik atau bahkan menerima keadaan, tunduk serta diam seperti halnya masyarakat pada budaya politik parokial atau politik kaula yang merupakan budaya politik tahap bawah.
Alexis de Tocqueville (1805-1859) mulai menegaskan bahwa masyarakat bukanlah subordinat di bawah negara, melainkan entitas yang keberadaanya menerobos batas-batas kelas, memiliki kapasitas politik yang cukup tinggi, dan bisa menjadi kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensionis negara. Selain itu dikotomi peran masyarakat merupakan bentuk ke-khawatiran dari peran negara begitu besar dan berpotensi mengkooptasi gagasan dan perjuangan masyarakat. Hal itu tentu tidak lagi menjamin terwujudnya masyarakat yang kuat, melainkan hegemoni negara yang semakin menguat mampu meluas hingga tingkatan masyarakat.
Patut kita sadari bahwa kedaulatan haruslah tetap di tangan rakyat sehingga elemen masyarakat bukan pihak yang berhak dipandang sebelah mata di mata negara. Minoritaskah atau mayoritas, tetap mendapatkan hak pemegang kedaulatan. Ironisnya saat ini pemerintah terlihat sedikit bersikap subordinat terhadap masyarakat dengan tidak menghiraukan ketidaksepakatan masyarakat terkait kenaikan harga BBM.
Terlepas dari hal di atas, pemerintah Jokowi-JK pada hari ini seharusnya mengindahkan opini publik dalam memberi keputusan, baik soal setuju atau tidak setuju namun yang terpenting adalah opini publik bukanlah suara lewat sambil lalu. Selain itu, pemerintah haruslah menanggapi dengan baik proses komunikasi politik yang terjadi antar pihaknya dengan masyarakat terkait kenaikan BBM. Oleh sebab tidak sedikit masyarakat dan mahasiswa yang rela demonstrasi guna menyampaikan gagasan tentang penangguhan putusan tersebut.
Jangan sampai proses komunikasi tersebut berhenti dengan tidak mendapati kepuasan bagi masyarakat, hal tersebut dapat menjadi bumbu yang akan meracuni masyarakat Indonesia untuk pesimis dalam berpartisipasi. Karena faktanya adalah negara kita masih tergolong negara yang belajar menumbuhkan budaya politik partisipan di masyarakat menyongsong negara kuat berdaulat.
Peminjam Aksara Seorang penulis, blogger, esais, dan pendidik yang berkebangsaan Indonesia

0 Response to "Distorsi Kedaulatan"

Post a Comment