Dari Kampus Untuk Negara

Sejak masa Reformasi, wacana optimisme ideologi menyurut cukup tajam. Masalah itu seolah tidak relevan untuk diperbincangkan. Sebab boleh jadi karena kita “letih” dengan ideologisasi Pancasila selama Orde Baru yang praktis dimonopoli negara. Masyarakat umum hanya bisa menghafal bahwa Pancasila adalah bukan komunisme dan bukan kapitalisme atau diingatkan akan bahaya ekstrem kanan atau ekstrem kiri terlebih lagi dewasa ini cukup banyak ideologi baru.
Apa yang disebut ideologi? Franz Magnis Suseno (1991) menjelaskan ideologi sebagai keseluruhan sistem berfikir, nilai-nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah negara, kelompok sosial atau individu. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarahnya dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaan.
Dengan demikian, ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan masyarakat setempat. Ideologi yang dianutlah yang pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang memandang sebuah persoalan dan harus berbuat apa untuk mensikapi persoalan tersebut. Ideologi menjadi kacamata hidup.
Sementara itu, Muhammad Ismail (1998) menyatakan bahwa ideologi (Mabda’) merupakan ‘aqidah ‘aqliyyah yanbatsiqu ‘anha an nidzam yang berarti seperangkat kaidah berfikir yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan (nizham). Menurut definisi ini, tampak bahwa sesuatu disebut ideologi bila memiliki dua syarat, yaitu memiliki ‘aqidah ‘aqliyyah sebagai fikrah (ide) dan memiliki sistem (aturan) sebagai thariqah (metode penerapan).
Ideologi Indonesia: Pancasila
Kita bangsa indonesia menganut Ideologi Pancasila, yang mana semua berdasarkan semangat Kenegaraan da Kebangsaan. Hal tersebut ditunjukan pada saat  Soekarno mengatakan: Kita bersama-sama mencari persatuan philosophische groundslag, mencari satu Weltanschauung yang kita semua setuju. Saya katakan lagi setuju! Yang saudara Yamin setuju, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hajar setujui, yang sdr. Sanoesi setujui, yang sdr. Abikoesno setujui, yang sdr. Lim Koen Hian setujui, pendeknya kita semua mencari satu modus. Tuan Yamin setuju ini bukan compromis, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita bersama-sama setujui.Sebegitu rincinya beliau menyatakan hal itu, sebagai cerminan ideologi kita tercipta dengan cita rasa khidmat mufakat.
Harapan Indonesia
Negara Indonesia sudah menginjak usia 68 Tahun. Rasanya mulai pudar semangat Pancasila kita, berbagai godaan gagasan mengawinkan ideologi kita dengan ideologi luar. Muncul nama-nama baru sekulerisme, pluralisme, feminisme, dan berbagai pengaruh luar dari dunia bagian timur hingga barat. Ini adalah wujud semangat Pancasila kita mulai pudar.
Era 60-70an adalah generasi yang sebenarnya masih sangat kental akan semangat Pancasila. Karena di era itu pendidikan Universitas sudah mulai berkembang dan pemuda saat itu masih bersentuhan langsung dengan pelaku sejarah. Sehingganya cetakan era itulah yang sebenarnya semangat Pancasialanya masih tinggi. Namun untuk era pra reformasi, sudah tentu generasi 70-an adalah generasi yang cukup tua untuk mengobarkan semangatnya.
Penyelamat Pancasila di Era Informasi
Kini, mahasiswalah penyelamat Pancasila sebagai pemuda era Informasi generasi 80-90an. Mahasiswa adalah pewaris pusaka Indonesia dengan berbagai majemuk bangsanya.
Sebuah ironi jika mahasiswa tak peduli terhadap ideologi bangsa sendiri. Meneriakan cinta Pancasila namun perlakuan tak bermoral, bergaul tanpa batas, pelestari zat adiktif, tindak pidana, dan tak peduli pada kampus sendiri. Saat mengaku cinta Pancasila maka tanamkan cinta itu keberbagai sub kehidupan, dan wujudkan konsekuensi ideologi dimanapun berada.
Kepemimpinan Kampus demi Kepemimpin Negara
Sebagai generasi yang membawa harapan bangsa, mahasiswa tentu wajib menyiapkan dirinya sebagai pemimpin masa depan. Uniknya, mahasiswa memiliki kebebasan belajar dan berinovasi dalam hal apapun termasuk kepemimpinan. Ditambah lagi kampus bukan hanya tempat untuk belajar teori saja namun prakteknya pun ada. Terdapat  kelompok-kelompok sosial tempat mahasiswa memainkan langsung ilmu yang didapat  misalnya BEM, DLM, UKM , dll.
Mahasiswa dalam ranah kepemimpinan seyogyanya adalah gerakan politik nilai (value political movement). Kelompok yang tidak memperdulikan siapa yang berkuasa, karena siapapun yang berkuasa akan menjadi sasaran tembak ketika melakukan penyimpangan.  
Value political movement yaitu memperjuangkan nilai-nilainya bukan siapa yang memimpin. Siapapun yang memimpin jika itu membawa perubahan yang lebih baik, memberi visi yang besar, platform yang jauh menyakinkan, maka itulah yang terbaik.Tentunya sebagai pewaris bangsa, nilai yang kita perjuangkan adalah berdasarkan Pancasila.
Hal tersebut berbeda jika mahasiswa menjadi gerakan politik kekuasaan (power political movement), karena ia sangat memperdulikan siapa yang berkuasa dan senantiasa berusaha merebut kekuasaan tersebut, atau berusaha terus mempertahankan kekuasaan itu ketika ia atau kelompoknya yang menjadi penguasa.
Gerakan politik kekuasaan (power political movement), memiliki ciri-ciri; tak ada inovasi dalam pemerintahan, tak berubah, monoton (itu-itu saja), terciptanya sebagian masyarakat bukan partisipan terhadap kebijakan dan berujung pada penurunan kualitas. Misalnya; di sebuah masyarakat kampus terjadi ketidak pekaan masyarakat terhadap permasalahan bersama, atau masyarakatnya tidak berpartisipasi terhadap konstruksi demokrasi pemerintahanya. Maka bisa dipastikan kepemimpinan tersebut gagal dalam memberi pencerdasan kepada masyarakat dan memakai sistem gerakan politik kekuasaan (power political movement).
Kepemimpinan kampus dengan kepemimpinan negara sangatlah beririsan. Kita tahu bahwa sebagian besar dari pemimpin bangsa kita adalah dulunya seorang  yang digembleng pada masa mudanya. Dari pesantren, padepokan, susuhunan, dan bahkan kampus. Sebut saja founding fahter bangsa kita, Soekarno-Hatta mereka adalah orang-orang yang pada masa mudanya menjadi pemuda yang berpengaruh di tempat ia belajar, yang sekarang kita sebut kampus. Mengawal ideologi Indonesia atas semangat bangsa.
Tidak bisa kita nafiqan, bahwa kampus adalah tempat lahirnya cadangan pemimpin masa depan bangsa, sejarah telah membuktikan. Kampus sebagai miniatur suatu negara, menjadi tempat yang layak belajar bernegara, karena di dalamnya terjadi proses kaderisasi untuk menyemai benih-benih pemimpin masa depan bangsa. Karenanya sebagai mahasiswa kepemimpinan kita harus berorentasi pada kepemimpinan negara.
Meskipun tugas inti mahasiswa sekarang, bagaimana mengoptimalkan keseluruhan peran fungsi sebagai mahasiswa. Kata kuncinya adalah menjadi pembelajar sejati, pengawal pencerdasan, sehingga keberadaannya memberi manfaat bagi bangsa dan negara.
Pemimpin yang Progresif dalam Memperjuangkan Nilai-nilai Pancasila
Seorang pemimpin pasti dalam sistem pemerintahanya menggunakan modal pokok ideologiny, oleh sebab itu penting bagi masyarakat kampus memperhatikan proses kinerja kepemimpinan tersebut agar mengetahui Ideologinya.
 Setidaknya keberadaan pemimpin kampus haruslah berkontribusi terhadap pelestarian Ideologinya. Karena apalagi yang mahasiswa berikan kepada negara selain melestarikan warisan Pancasila yang sekarang ini hampir terabaikan, bahkan ke sub-sub paling kecil sekalipun yaitu negeri kecil mahasiswa (kampus). Saat kampus mengalami permasalahan maka kembalikan dalam pandangan Pancasila, hadapi dan cari solusi dengan berpedoman Pancasila. Bukan justru lari dan menghilang tak menyuarakan suara Pancasila, atau tak peka untuk mengetahui bahkan tak peduli dengan permasalahan kampus (sebagai negeri kecil mahasiswa).
Jika pemimpin kampus progres dalam memperjuangakan nilai-nilai Pancasila. Maka saat siapapun menyimpang dari nilai tersebut, terkait moral atau pandangan haruslah dia beri pencerdasan bersama dengan menelaah Pancasila. Bukan tak berkontriusi dan tak memback up suara rakyatnya. Sehingga rakyat bergerak tanpa adanya pemimpin dalam menyatukan presepsi.
Maka sebenarnya pemimpin kampus yang sejalan dengan harapkan bangsa Indonesia adalah yang progresif memperjuangkan dan melestarikan ideologi Pancasila, yaitu gerakan politik nilai (value political movement) berdasarkan Pancasila.
Menjadi mahasiswa secara individu dan bekerja secara berjamaah dalam memperjuangkan Pancasila. Memulai dari diri sendiri dan memilih pemimpin yang memahami ideologinya.

Mari kita ciptakan kampus yang memperjuangkan nilai-nilai Pancasila secara utuh dan keseluruhan, sebagai wujud kontribusi kita terhadap bangsa dan negara Indonesia. Tak peduli siapapun pemimpinya, maka harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Peminjam Aksara Seorang penulis, blogger, esais, dan pendidik yang berkebangsaan Indonesia

0 Response to "Dari Kampus Untuk Negara"

Post a Comment