Kejahatan Miras
Gubernur DKI Jakarta
Basuk Tjahaja Purnama (Ahok) adalah sosok yang cukum fenomenal dalam beberapa
bulan terakhir. Betapa tidak, Gubernur DKI Jakarta tersebut adalah sosok tokoh
publik yang cukup terkenal dengan sikap frontal dan sakleknya untuk merespon segala
permasalahan yang ada. Perhatian publik dimulai sejak dari tanggapanya terkait
interpelasi DPRD Jakarta terhadap surat edaran Mendagri, kebijakanya dalam
menyambut hari raya idhul adha, statmenya terkait ormas tertentu, hingga
sekarang terkait pendapatnya yang mengharuskan legalitas Minuman Keras di
Jakarta.
Ahok selama ini memang
dikenal sebagai tokoh publik yang cukup tegas, dan tidak gentar terhadap
suara-suara miring yang menyertainya sebagai Gubernur pengganti Jokowi. Namun
lebih dominan selama ini adalah sikap terlalu beraninya menantang arus terhadap
opini publik yang menyebabkan banyak kecaman ditujukan kepadanya.
Sosok penting di
kancah eksekutif otonomi DKI Jakarta juga menjadikan dirinya sebagai bahan
acuan kelayakan keberjalanan kepemimpinan Jakarta. Oleh sebab tokoh yang sangat
penting, maka tak jarang mendapatkan kritik serta saran yang tertuju padanya
hingga sampai dalam bentuk gubernur tandingan yang mencuat beberapa pekan yang
lalu.
Selain sebagai darah
thionghowa pertama yang memimpin DKI Jakarta, Ahok juga adalah Gubernur pertama
DKI Jakarta yang statmen politiknya selalu memancing respon legislatif
meradang. Hampir dikatakan bahwa Ahok terlihat tak bersahabat dengan
legislatif. Tak terkecuali dengan kebijakanya yang belum lama ini terkait
Legalitas Miras.
Setidaknya Anggota
Komisi IX DPR RI, Okky Asokawati menilai, pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuk
Tjahaja Purnama (Ahok) tentang legalitas Minuman Keras (Miras) merupakan
kesalahan fatal. "Pernyataan Ahok terkait respon atas fenomena miras
oplosan dengan solusi melegalkan pabrik miras merupakan kesalahan berpikir yang
sangat fatal. Pernyataan Ahok justru menunjukkan sikap yang tidak peka terhadap
masalah yang ditimbulkan akibat miras," kata Okky di Jakarta, Sabtu
(13/12/2014).
Jika ingin menekan
miras oplosan, kata politisi PPP itu, kuncinya di penegakan hukum oleh aparat. Dikatakan
mantan peragawati itu, negara telah mengatur peredaran Miras lewat Peraturan
Presiden No 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.
Terhadap Perpres tersebut, Fraksi PPP sejak awal mengkritik regulasi tersebut
karena sama saja memberi celah peredaran miras di Indonesia.
Alkohol dan Dampaknya
Minuman keras atau
Alkohol yang dimaksud dalam pembahasan di sini ialah etil
alkohol atau etanol, suatu senyawa kimia dengan rumus C2H5OH (Hukum Alkohol
dalam Minuman). Penggunaan etanol sebagai minuman atau untuk penyalahgunaan
sudah dikenal luas. Karena jumlah pemakaian etanol dalam minuman amat banyak,
maka tidak mengherankan keracunan akut maupun kronis akibat etanol sering
terjadi.
Bila dikonsumsi berlebihan, minuman
beralkohol dapat menimbulkan efek samping Ganggguan Mental Organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi
berpikir, merasakan, dan berprilaku. Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung
alkohol pada sel-sel saraf pusat. Karena sifat adiktif alkohol itu, orang yang
meminumnya lama-kelamaan tanpa sadar akan menambah takaran/dosis sampai pada
dosis keracunan atau mabuk.
Mereka yang terkena GMO biasanya
mengalami perubahan perilaku, seperti misalnya ingin berkelahi atau melakukan
tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas, terganggu fungsi
sosialnya, dan terganggu pekerjaannya. Perubahan fisiologis juga terjadi,
seperti cara berjalan yang tidak mantap, muka merah, atau mata juling.
Perubahan psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya mudah tersinggung,
bicara ngawur, atau kehilangan konsentrasi.
Mereka yang sudah ketagihan biasanya
mengalami suatu gejala yang disebut sindrom putus alkohol, yaitu rasa
takut diberhentikan minum alkohol. Mereka akan sering gemetar dan jantung
berdebar-debar, cemas, gelisah, murung, dan banyak berhalusinasi. Semua orang
tentu tahu bahwa ketika orang sudah terpengaruh Alkohol bisa saja berbuat
seenaknya bahkan cenderung berbuat negativ dan mengganggu lingkungan sekitarnya
atau bahkan kejahatan.
Sejatinya Kejahatan
Ada yang mengatakan bahwa kejahatan
itu adalah sebagai pengaruh dari roh jahat, maupun sebagai akibat dari musim
panas dan dingin. Namun ada juga yang berpendapat bahwa kejahatan dipengaruhi
oleh perbuatan individunya sendiri. Individu dilahirkan bebas dengan kehendak
bebas, memiliki hak asasi manusia dan kewajiban sebagai manusia. Hal ini
disimpulkan dalam dengan doctrine of free
will bahwa manusia juga mempunyai kebebasan, sehingga juga bebas
bertanggungjawab terhadap perilakunya.
Kejahatan sebagai fenomena sosial,
tetap dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat, seperti:
politik, ekonomi, sosial, budaya, serta hal-hal yang berhubungan dengan upaya
kebijakan negara. Secara yuridis, kejahatan adalah segala tingkah laku manusia
yang bertentangan dengan hukum, dapat dipidana, yang diatur dalam hukum pidana.
Sedangkan secara sosiologis, kejahatan adalah tindakan atau perbuatan tertentu
yang tidak disetujui oleh masyarakat.
Howard Backer dalam Labeling Theory menjelaskan bahwa
munculnya kejahatan karena adanya proses yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi
sosial. Kejahatan juga bisa timbul karena produk aturan, kesempatan yang ada
atau sengaja diadakan, dan dominan sikap dari pelakunya.
Dalam hal ini penulis berpendapat
bahwa tidak seharusnya kejahatan itu sengaja diberi celah untuk terjadi, dengan
kata lain kejahatan tidak boleh terjadi karena produk peraturan. Karena tanpa
dibuatkan celah saja, kehajatan masih terus terjadi apalagi sengaja dibuat
celah. Tingkah laku kriminal adalah hasil kondisi abnormal, yang mungkin terletak pada individu atas pengaruh diriya
sendiri atau lingkunganya.
Meskipun fenomena terjadinya
kejahatan sangat rumit, akan tetapi ada hal yang sangat penting yang perlu kita
simak dari beberapa hal di atas. Bahwa kejahatan seyogyanya selalu dicegah
keberadaanya, jangan sampai keberadaanya justru dikarenakan kebijakan yang
salah arah, tentunya dalam hal ini adalah kebijakan pemerintah.
Terkadang kejahatan agak membias
ketika disandingkan degan sikap otoritarianisme pemerintah. Seolah tak ada
aturan atau undang-undang yang dapat dikritik, bahwa suara eksekutif adalah
suara langit yang tentu benar, dan kejahatan itu hanyalah sebab dari sikap
rakyat sendiri tanpa campur tangang pemerintah (kejahatan produk
undang-undang). Pada ujungnya kejahatan yang dilakukan oleh negara akan segera
menjelma menjadi “Perfect Crime”,
disebabkan hukum dan sistem hukum menjadi bagian dari kejahatan itu sendiri.
Dampaknya adalah hukum akan menjelma menjadi institusi semiotik, yang
didalamnya beroperasi tanda-tanda palsu (pseudo
sign), dan tanda dusta (false sign).
Dalam hal ini penulis menarik garis
simpul kepada upaya Legalitas Ahok terkait Minuman Keras yang bergulir belum
lama ini. Karena kenyataan selam ini adalah Miras menjadi salah satu pemicu terjadinya
kejahatan, maka jangan sampai kejahatan di DKI Jakarta akan semakin marak dan
banyak akibat kebijakan Ahok untuk melegalkan Minuman Keras. Akan sangat
menyedihkan pula jika Legalitas Miras ini ternyata adalah jelmaan dari “Perfect Crime” pemerintahan Ahok yang
akan berjalan nanti.
0 Response to "Kejahatan Miras"
Post a Comment