Pemimpin Ideal

Sekitar Februari 2017 mendatang, pesta demokrasi kembali digelar, Komisi Pemilihan Umum (KPU)  menetapkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang diikuti 101 daerah dari tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Daerah yang akan menyelenggarakan pilkada tersebut terdiri atas 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Hajat ini adalah perihal yang cukup penting diperhatikan, sebab bukan hanya sebagai agenda representatif demokrasi Indonesia, akan tetapi juga menyerap anggaran ± 4,15 triliun, jumlah yang tidak sedikit terlebih lagi di tengah-tengah terjepitnya pemerintah Indonesia oleh hutang.
Masyarakat kini tentunya sudah hafal dengan canggihnya kampanye yang tidak hanya menggunakan retorika sosial, pencitraan, tebar pesona, bombardir rayuan hingga bujukan dan permen-permen yang bernilai. Namun bagaimanapun proses kampanye dan pemilunya, masyarakat tentunya menginginkan hasil pemilu yang sesuai dengan azas jujur dan adil, serta mendapati pemimpin terpilih yang berkualitas.
Memperhatikan Indonesia di masa lalu hingga kini, bangsa Indonesia diwarnai berbagai macam fenomena kepemimpinan, terlihat pada realitas sebelum era 45 Indonesia bangkit dengan kepemimpinan yang memiliki semangat bangsa membangun pendidikan dan membangun impian gerakan merdeka. Pada tahun 1945 memiliki kepemimpinan dengan semangat merdeka secepatnya dan mempersiapkan bangunan negara. Pada era 66, kepemimpinan militersitik dengan semangat menyelamatkan Indonesia dari percobaan revolusi G30SPKI. Pada era 98, kepemimpinan reformis dengan semangat bebas dari rezim sebelumnya yang dinilai represif. Pada era kekinian, penulis menilai bahwa perlu kajian yang dalam terkait karakter pemimpin ideal yang cocok untuk perjalanan 5 tahun ke depan.
Era Pemimpin Muda
Masih segar dalam ingatan publik, sekitar tahun 2012-2013 Indonesia ramai dengan model kepemimpinan blusukan, meskipun di masa kini hal itu sudah kurang mempan untuk menggugah kepercayaan publik, tetapi terlepas dari hal itu kepemimpinan blusukan yang dalam ingatan publik lekat pada sosok Jokowi (sebagai wali kota Solo) presiden Indonesia sekarang yang tergolong berusia muda yaitu 55 tahun. Pada saat itu Jokowi tidak hanya terkenal dengan sikapnya yang blusukan, tapi juga energik dan cekatan, hal yang mungkin akan sulit ditemui jika bukan pada pemimpin muda.
Masih ada pula serentetan pemimpin daerah yang muda yaitu Ridwan Kamil (45 th) wali kota Bandung, Bima Arya Sugiarto (44 th) walikota Bogor, Abdullah Aznar Anas (43 th) bupati Banyuwangi 2010-2015, Muhammad Ridho Ficardo (36 th) gubernur Lampung, Zumi Zola Zulkifli (36) bupati Tantung Jabung Timur, Muhammad Syahrial (26 th) walikota Tanjungbalai. Setidaknya terdapat 6 pemimpin daerah yang dapat menjadi refrensi, betapa era sekarang terbuka untuk pemimpin muda.
Usia muda sangat erat dengan budaya inofatif, tradisi ilmiah yang kuat, energik, spekulasi yang berani dan obsesi yang tinggi. Oleh karena itu penulis menilai bahwa karakter pertama pemimpin ideal era sekarang adalah muda, toh presidenya saja muda lalu kenapa tidak dengan pemimpin daerahnya.
Bersahabat
Indonesia sejak dahulu menjunjung tinggi moral ke-timuran, bahwa ramah, berjabat tangan, menundukan kepala adalah baik dalam penilaian masyarakat. Mencari sosok pemimpin tentu tidak akan terlepas dari nilai-nilai bersosial tersebut. Dalam hal ini, pemimpin bersahabat adalah karakter yang tak kalah penting, meskipun masing-masing pemimpin merefleksikan makna bersahabat dengan cara yang berbeda-beda.
Menurut penulis, makna bersahabat dalam tataran pemimpin daerah adalah tidak hanya dekatnya pemimpin dengan masyarakat, tetapi antara pemimpin dengan masyarakat daerah tersebut harus memiliki sebuah lingkaran untuk bertemu secara intens, sharing, dan berdialog untuk saling mengenal dan memupuk gotong royong. Sebab, pemimpin dan masyarakat juga perlu saling memahami, selain itu agar masyarakat juga merasa dibutuhkan dan bertanggung jawab atas keberlangsungan visi kepemimpinanya.
Berbakat
Pemimpin ideal haruslah menjadi seorang visioner yang mengupas perkembangan masyarakat sebagai dasar ilmiah bagi sebuah program, serta harus memiliki kemampuan meramu secara jelas dan tepat hasil pemikiran ilmiahnya dengan keterapilan di dalam kehidupan nyata.
Sejarah mencatat beberapa pemimpin yang memiliki kecerdasan sosial. Sebagai contohnya, Mahatma Gandhi yaitu pemimpin bangsa India dalam mengawali salah satu upaya kemerdekaan India. Gandhi melakukan perjalanan yang panjang untuk propaganda dan berdialog keliling dusun-dusun meminta rakyat India yang pengangguran untuk memintal pakaian tradisional india (khadar dan syarka) sebagai pentasbihan dalam spiritual hindu, padahal hal itu merupakan sikap pemboikotan barang dagang Inggris (penjajah). Hal tersebut selain bersifat idiologis, melainkan juga mengadung nilai ekonomi, dengan kata lain Gandhi adalah sosok pemimpin yang cerdas dalam meramu keadaan sosial.

Berdasarkan tauladan di atas, penulis berpendapat bahwa Indonesia di tengah krisis ekonomi saat ini membutuhkan sosok pemimpin yang shalih dalam bersosial, dia adalah sahabat sejati rakyat, pemikir yang berbakat dan muda yang memiliki fisik kuat.

Peminjam Aksara Seorang penulis, blogger, esais, dan pendidik yang berkebangsaan Indonesia

0 Response to "Pemimpin Ideal"

Post a Comment